Rabu, 27 Juli 2011

Goodnight Moon - Review

Goodnight MoonGoodnight Moon by Margaret Wise Brown

My rating: 3 of 5 stars


Buku ini seperti buku lain karya Margareth Wise Brown, memiliki gambar yang sangat detail. Ketika Via masih berusia satu tahun, buku ini sukses menjadi penghantar tidur yang cukup menenangkan. Dengan penerangan kamar yang semakin gelap dari halaman ke halaman ketika mengucapkan selamat malam, si tikus kecil yang tidak pernah luput beraksi di tiap pojoknya, buku ini bisa menjadi salah satu pilihan "baby book" anda.



View all my reviews

Bertumbuh Bersamanya

Nothing you become will disappoint me; I have no preconception that I’d like to see you be or do. I have no desire to foresee you, only to discover you. YOU CANNOT DISAPPOINT ME.” – Mary Haskell.

Tanggal 12 Juli 2011, akhirnya buku Naomi Aldort “Raising Our Children, Raising Ourself” akhirnya tiba, setelah melewati penantian panjang selama tiga minggu. Situs favoritku dalam membeli buku-buku luar karena ongkos kirim ke Indonesia gratis, www.bookdepository.com memang memiliki kelemahan dalam hal tidak pastinya jangka waktu pengiriman buku. Di situsnya, mereka menjanjikan pengiriman sampai di Indonesia, 7 – 10 hari kerja. Realitasnya, buku yang aku beli ada yang nyampe dalam dua minggu sampai tiga minggu. Berhubung ongkir gratis, jadi dimaklumi lah, toh bukunya belum pernah tidak nyampe ke tangan.

Nah lho, malah ngomongin bookdepo. Balik ke Buku Naomi Aldort. Sebelum membaca buku Naomi, aku berkenalan dengan beberapa buku yang kiblat penulisan berdasarkan metode pendidikan Charlotte Mason. Aku suka dengan Metode Pendidikan Charlotte Mason, karena sejalan dengan apa prinsip-prinsip alkitab. Charlotte Mason memandang bahwa anak perlu belajar taat dalam otoritas orang tua. CM juga memandang perlunya habit training, agar anak tumbuh dalam karakter yang baik dan tidak mengikuti kecenderungan naturalnya. CM memandang, ibu yang memilih untuk melatih kebiasaan yang baik, dikemudian hari akan menuai smooth and easy days Dalam penerapannya, entah aku yang kurang mengerti mengenai CM, tetapi aku merasakan tidak mungkin habit training tanpa melewati hari-hari yang penuh perseteruan dengan anak. Aku tidak menemukan jalan, agar Via mau mengikuti keinginanku dengan hati yang gembira. Aku menemukan, habit training, bukan hanya stress untuk Via tapi juga untukku. Yang terburuk menurutku, kalau ini diteruskan hubungan kami berdua akan rusak. Tidak ada kepercayaan yang terbangun antara aku dan Via. Dan Aku tidak menginginkan hal itu.

Membaca halaman pembuka buku Naomi sudah menangkap hatiku. Terdapat kata mutiara, “Nothing you become will disappoint me; I have no preconception that I’d like to see you be or do. I have no desire to foresee you, only to discover you. YOU CANNOT DISAPPOINT ME.” – Mary Haskell. Oh,betapa jauhnya hatiku dari posisi Mary Haskell ketika menulis kalimat itu. Aku hidup dalam banyak harapan untuk Via, banyak tuntutan untuknya, sehingga banyak kekecewaan atas perbuatannya yang menurutku kegagalan berbuat yang benar, dan membuatku merasa gagal mendidik Via. The words we choose in our interactions with children have the power to heal or to hurt, to create distance or foster closeness, to shut down feelings or touch the heart and open it, to foster dependency or to empower. Menurutku, semua orangtua ketika harus memilih, akan ada satu suara, tetapi pengalamanku, banyak sekali kata yang aku pilih dalam interaksiku dengan Via bukanlah pilihan yang benar. Naomi memberikan formula dalam kita berinteraksi dengan anak, yaitu S.A.L.V.E

S – Separate your self. Ketika sesuatu terjadi, dan anak melakukan sesuatu yang membuat kita tidak senang, pisahkan dirimu dari perilaku dan emosi anak dengan Silent Self-Talk. Menurut Naomi, ketika perilaku anak bertentangan dengan kita, pikiran kita menaruh kata-kata di mulut kita, seperti computer yang menjalankan dirinya sendiri ketika terdapat masalah. Yang menjadi kunci menurut Naomi, Jangan katakan kalimat pertama yang muncul di pikiran, saat anak melakukan sesuatu. Pikiran yang muncul tidak akan menyakitkan anak, jika kalimat itu tidak kita katakan. Menurut Naomi, ketika anak melakukan sesuatu yang tidak kita sukai, ambil waktu untuk kita sendiri. Bayangkan apak yang kita lakukan jika kita mengikuti pemikiran yang muncul secara otomatis itu. Apakah itu relevan dengan apa yang terjadi? Apakah itu yang benar-benar kita mau? Kemudian bayangkan jika kita tidak bereaksi seperti pikiran yang muncul tadi. Bayangkan bagaimana kita tanpa pemikiran tadi? Menurut Naomi, proses ini yang terberat, tetapi jika ini sudah terlewati selanjutnya akan lebih mudah.

A – Attention to your Child. Ketika kita sudah memilih untuk tidak mengikuti pengikiran yang langsung muncul saat melihat kejadian, lanjutkan dengan proses pusatkan perhatian pada anak.

L – Listen To what your child is saying or to what his actions may be indicating, then listen some more. Pastikan untuk jaga kontak mata, dan ajukan pertanyaan yang membuka kesempatan untuk anak membicarakan lebih lanjut. Jika anak mengekspresikan dengan non verbal, pastikan bahwa engkau menunjukkan bahwa engkau mengerti.

V – Validate your child’s feeling and the needs he expresses without dramatizing ang without adding your own perception.

E – Empower your child to resolve his own upset by getting out of his way and trusting him. Penting buat orangtua untuk tidak buru-buru mengambil alih dan membereskan semuanya.


Sore hari, sepulang dari kantor dan selesai membaca bab I buku ini, aku menemani Via buang air kecil di kamar mandi. Setelah selesai aku keluar kamar mandi lalu ngobrol dengan Ayah di meja makan, sedangkan Via masih di kamar mandi. Asik ngobrol dengan Ayah, aku lupa meminta Via keluar dari kamar mandi. Ketika ingat, aku menemukan Via sedang bermain sabun cair yang dituangnya ke wadah cat air. Mulutku sempat terucap, “ Ya Tuhanku!”

Tapi kemudian aku mengingat Naomi. Aku menutup mulutku, membayangkan apa yang akan aku katakan selanjutkan. Aku membayangkan aku akan marah, memintanya segera membersihkan lantai kamar mandi yang telah diubahnya kolam busa, sambil ngomel betapa sayangnya membuang sabun cair ini. Dan aku membayangkan Via akan diam, merasa terpojok, merasa bersalah, dan kami akan memiliki sore yang tidak menyenangkan. Apakah itu yang benar-benar aku mau? Aku tau aku akan menjawab tidak. Maka aku musatkan perhatianku kepada Via. Dengan nada yang gembira, aku ngomong, “wah, bikin apa nih?” “Aku lagi belajar mah”, jawab Via. “Lihat nih mah, aku buat bunga, bunganya ada yang warna pink (sabunnya berpink, dan wadah cat airnya berbentuk bunga), ada yang putih. Indah nda mah?”, katanya dengan semangat dan dengan mata yang berbinar-binar. Aku ingat Naomi mengenai Validate Via’s feeling tapi no dramatizing. Aku berkata bahwa bunganya ada berwana pink tua, pink muda, putih semu pink, dan ada yang putih sama sekali. Aku juga menyebutkan bahwa Via berhasil membuat banyak busa di atas bunga itu. Aku berusaha mengertinya. Melihat binar matanya, aku mulai merasakan keajaiban Naomi, aku menyingkirkan botol sabun cair setelah meminta ijin Via, jika dia sudah selesai kemudian aku mengambil kursi kecil dan duduk bersamanya di kamar mandi. Aku memperhatikan dia bermain, sesekali bertanya, apa yang sedang dia buat yang dijawabnya dengan jawaban polos. Bahkan Via sempat memperingatkanku agar berhati-hati jangan sampai celana panjangku basah terkena busa-busanya. Jujur, aku menikmati moment itu. Moment dimana aku melepaskan kekhawatiranku kehilangan control akan hidupnya, lepas dari bayanganku akan bagaimana Via di masa depan, dan focus kepada kebutuhan Via sekarang. Singkat cerita, butuh sekitar 30 menit sampai akhirnya Via memutuskan bahwa dia sudah selesai bermain dan “membersihkan” semua mainnya dengan caranya, dan aku menahan diri untuk tidak mengkritik caranya membersihkan. Sebelum keluar dari kamar mandi, Via berkata, “ma, lihat air di bak mandi.” Iya, aku melihat air itu bersih dan aku tau maksudnya. Beberapa saat lalu, aku sempat memarahinya karena Via mengubah bak mandi menjadi kolam busa, karena dia bermain sabun dan mencuci tangannya yang berbusa langsung di bak mandi. Oh, itu adalah salah satu episode dari hubunganku dengan Via yang aku berharap dapat di rewind.

Buku Naomi Aldort menyadarkanku betapa aku perlu bertumbuh bersama dengan Via, bahkan dalam banyak hal aku bisa belajar darinya, dan ya aku memang mau untuk belajar bersamanya. Aku merindukan hubungan yang manis dengan Via. Naomi mengingatkan bahwa formula ini dapat digunakan untuk memanipulasi anak agar mengikuti keinginan kita. Dan formula ini bukan dibuat untuk tujuan tersebut. Validation is the purpose it self. Sekarang aku bebas. Bebas dari segala ekspektasi, bebas dari keinginan mengontrol hidupnya, bebas dari ketakutan kehilangan otoritas. Aku mau membangun hubungan kami dengan dasar saling percaya.

Harapan dan Visi dalam mendidik Via tetap tidak akan hilang. Stephanie Ken Aletheia, seperti namanya yang artinya adalah kebenaran, aku berdoa Via tumbuh jadi anak yang hidup dalam kebenaran Tuhan. Dalam proses menuju tercapainya Visi tersebut, aku berdoa kami dapat menikmati prosesnya. Rasa percaya terbangun antara aku dan Via. Mari kita bertumbuh nak. Ya, bukan hanya Via, tetapi juga mama dan ayah, dalam Kasih Yesus Tuhan kita.


"Menjadi orangtua itu luar biasa: tidak ada promosi, kehormatan, yang bisa dibandingkan dengannya. Orangtua seorang anak bisa jadi membesarkan sosok yang kelak terbukti sebagai berkat bagi dunia.” – Charlotte Mason / Ringkasan Home Education p. 1-6 (1) - Diterjemahkan oleh Ellen Kristi

Where The Wild Things Are

Where the Wild Things AreWhere the Wild Things Are by Maurice Sendak

My rating: 5 of 5 stars


Aku dan Via tidak serta-merta menyukai buku ini. Where the Wild Things Are ada buku anak-anak yang cukup unik, karena gambar dan warnanya cukup gelap untuk dikategorikan buku anak. Karakter yang muncul juga tidak lazimnya karakter lucu yang ada di buku cerita anak. Buku ini menceritakan mengenai Max yang memakai baju serigalanya, membuat kekacauan dengan palunya, mengejar anjingnya dengan garpu, kemudian mamanya menyebutnya sebagai, MAHKLUK LIAR. Max menjawab dengan geram, "I'll eat you up!". Akhirnya Max harus masuk di kamar tanpa makan malam. Dalam imajinasinya, Max mengubah kamarnya menjadi hutan liar, kemudian Max mengarungi samudera dengan kapal pribadi melewati hari demi hari, minggu demi minggu bahkan hampir lebih dari satu tahun hingga sampailah Max di mana Mahkluk Liar hidup. Dengan triknya, Max diangkat menjadi Raja Makhluk Liar. Setelah menguasai kumpulan mahkluk liar, Max menyadari bahwa yang diinginkannya adalah seseorang yang mencintainya lebih dari siapapun. So he gave up being king of where the wild things are. So he sailed back over a year and in and out of weeks, and through a day, and into his very own room, where he found his supper waiting for him.
Buku ini bukan hanya mempesona Via, tapi juga saya. We really love this book!



View all my reviews